SEJARAH SINGKAT KOTA LUMAJANG
Bumi LUMAJANG sejak jaman
Nirleka dikenal sebagai daerah yang "PANJANG-PUNJUNG PASIR WUKIR GEMAH
RIPAH LOH JINAWI TATA TENTREM KERTA RAHARJA".
PANJANG-PUNJUNG berarti
memiliki sejarah yang lama. Dari peninggalan-peninggalan Nirleka maupun
prasasti yang banyak ditemukan di daerah Lumajang cukup membuktikan hal itu.
Beberapa prasasti yang pernah ditemukan, antara lain Prasasti Ranu Gumbolo. Dalam prasasti tersebut terbaca "LING DEVA MPU KAMESWARA TIRTAYATRA". Pokok-pokok isinya adalah bahwa Raja Kameswara dari Kediri pernah melakukan TIRTAYATRA ke dusun Tesirejo kecamatan Pasrujambe, juga pernah ditemukan prasasti yang merujuk pada masa pemerintahan Raja Kediri KERTAJAYA.
Beberapa prasasti yang pernah ditemukan, antara lain Prasasti Ranu Gumbolo. Dalam prasasti tersebut terbaca "LING DEVA MPU KAMESWARA TIRTAYATRA". Pokok-pokok isinya adalah bahwa Raja Kameswara dari Kediri pernah melakukan TIRTAYATRA ke dusun Tesirejo kecamatan Pasrujambe, juga pernah ditemukan prasasti yang merujuk pada masa pemerintahan Raja Kediri KERTAJAYA.
Beberapa bukti peninggalan yang ada
antara lain :
1. Prasasti Mula Malurung
2. Naskah Negara Kertagama
3. Kitab Pararaton
4. Kidung Harsa Wijaya
5. Kitab Pujangga Manik
6. Serat Babat Tanah Jawi
7. Serat Kanda
Dari Prasasti Mula Manurung
yang ditemukan di Kediri pada tahun 1975 dan ber-angka tahun 1177 Saka (1255
Masehi) diperoleh informasi bahwa NARARYYA KIRANA, salah satu dari anak Raja
Sminingrat (Wisnu Wardhana) dari Kerajaan Singosari, dikukuhkan sebagai Adipati
(raja kecil) di LAMAJANG(Lumajang). Pada tahun 1255 Masehi, tahun yang merujuk
pada pengangkatan NARARYYA KIRANA sebagai Adipati di Lumajang inilah yang
kemudian dijadikan sebagai sebagai dasar penetapan Hari Jadi Lumajang
(HARJALU).
Dalam Buku Pararaton dan
KIDUNG HARSYA WIJAYA disebutkan bahwa para pengikut Raden Wijaya atau
Kertarajasa dalam mendirikan Majapahit, semuanya diangkat sebagai Pejabat
Tinggi Kerajaan. Di antaranya Arya Wiraraja diangkat Maha Wiradikara dan
ditempatkan di Lumajang, dan putranya yaitu Pu Tambi atau Nambi diangkat
sebagai Rakyan Mapatih.
Pengangkatan Nambi sebagai
Mapatih inilah yang kemudian memicu terjadinya pemberontakan di Majapahit.
Apalagi dengan munculnya Mahapati(Ramapati) seorang yang cerdas, ambisius dan
amat licik. Dengan kepandaiannya berbicara, Mahapati berhasil mempengaruhi
Raja. Setelah berhasil menyingkirkan Ranggalawe, Kebo Anabrang, Lembu Suro, dan
Gajah Biru, target berikutnya adalah Nambi.
Nambi yang mengetahui akan
maksud jahat itu merasa lebih baik menyingkir dari Majapahit. Kebetulan memang
ada alasan, yaitu ayahnya(Arya Wiraraja) sedang sakit, maka Nambi minta izin
kepada Raja untuk pulang ke Lumajang. Setelah Wiraraja meninggal pada tahun
1317 Masehi, Nambi tidak mau kembali ke Majapahit, bahkan membangun Beteng di
Pajarakan. Pada 1316, Pajarakan diserbu pasukan Majapahit. Lumajang diduduki
dan Nambi serta keluarganya dibunuh.
Pupuh 22 lontar NAGARA
KERTAGAMA yang ditulis oleh Prapanca menguraikan tentang perjalanan Raja Hayam
Wuruk ke Lumajang. Selain NAGARA KERTAGAMA, informasi tentang Lumajang
diperoleh dari Buku Babad. Dalam beberapa buku babad terdapat nama-nama
penguasa Lumajang, yaitu WANGSENGRANA, PUTUT LAWA, MENAK KUNCARA(MENAK KONCAR)
dan TUMENGGUNG KERTANEGARA. Oleh karena kemunculan tokoh-tokoh itu tidak
disukung adanya bukti-bukti yang berupa bangunan kuno, keramik kuno, ataupun
prasasti, maka nama-nama seperti MENAK KONCAR hanyalah tokoh dongeng belaka.
Di tepi Alun-alun Lumajang sebelah
utara terdapat bangunan mirip candi, berlubang tembus, terdapat CANDRA SENGKALA
yang berbunyi "TRUSING NGASTA MUKA PRAJA" (TRUS=9, NGASTA=2, MUKA=9,
PRAJA=1). Bangunan ini merupakan tetenger atau penanda, ditujukan untuk
mengenang peristiwa bersejarah, yaitu pada tahun 1929. Lumajang dinaikkan
statusnya menjadi REGENTSCAH otonom per 1 Januari 1929 sesuai Statblat Nomor
319, 9 Agustus 1928. Regentnya RT KERTO ADIREJO, eks Patih Afdelling Lumajang
(sebelumnya Lumajang masuk wilayah administratif Kepatihan dari Afdelling
Regentstaschap atau Pemerintah Kabupaten Probolinggo).Pada masa perjuangan merebut dan
mempertahankan kemerdekaan tahun 1942-1949, Lumajang dijadikan sebagai basis
perjuangan TNI dengan dukungan rakyat.
Nama-nama seperti KAPTEN KYAI
ILYAS, SUWANDAK, SUKERTIYO, dan lain-lainnya, baik yang gugur maupun tidak,
yang dikenal atau tak dikenal, adalah para kusuma bangsa yang dengan meneruskan
perjuangan para pahlawan kusuma bangsa itu dengan bekerja secara tulus,
menjauhkan kepentingan pribadi, jujur, amanah, dan bersedia berkorban demi
kemajuan Lumajang Tercinta.
Mengingat keberadaan Negara
Lamajang sudah cukup meyakinkan bahwa 1255M itu Lamajang sudah merupakan sebuah
negara berpenduduk, mempunyai wilayah, mempunyai raja (pemimpin) dan
pemerintahan yang teratur, maka ditetapkanlah tanggal 15 Desember 1255 M
sebagai hari jadi Lumajang yang dituangkan dalam Keputusan Bupati Kepala Derah
Tingkat II Lumajang Nomor 414 Tahun 1990 tanggal 20 Oktober 1990.
Sejak tahun 1928 Pemerintahan Belanda
menyerahkan segala urusan segala pemerintahan kepada Bupati Lumajang pertama
KRT Kertodirejo. Yang ditandai dengan monumen / tugu yang terletak di depan
pintu gerbang Alun-alun sebelah utara.
1.
|
KRT KERTODIREJO
|
( 1928 - 1941 )
|
2.
|
R. ABU BAKAR
|
( 1941 - 1948 )
|
3.
|
R. SASTRODIKORO
|
( 1948 - 1959 )
|
4.
|
R. SUKARDJONO
|
( 1959 - 1966 )
|
5.
|
N.G. SUBOWO
|
( 1966 - 1973 )
|
6.
|
SUWANDI
|
( 1973 - 1983 )
|
7.
|
KARSID
|
( 1983 - 1988 )
|
8.
|
H.M. SAMSI RIDWAN
|
( 1988 - 1993 )
|
9.
|
TARMIN HARIYADI
|
( 1993 - 1998 )
|
10.
|
Drs.H. ACHMAD FAUZI
|
( 1998 - 2003 )
|
11.
|
Drs.H. ACHMAD FAUZI - H. HARTONO, SH,
S.Sos
|
( 2003 - 2008 )
|
12.
|
DR.H. SJAHRAZAD MASDAR,MA - Drs. AS'AT
|
( 2008 - 2013 )
|
No comments :
Post a Comment